Bank punya peranan yang sangat krusial pada masyarakat modern. Dari tahun ke tahun, bank terus mengalami perkembangan dan perubahan. Karena itu, memperhatikan perkembangan dan performa bank yang ada di Indonesia, serta pengaruhnya pada industri keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengubah pengelompokan bank. Semula dinamakan BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha), kini diubah menjadi KBMI (Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti).
Apa sebenarnya perbedaan dari perubahan nama pengelompokan ini? Dan kenapa harus diubah? Tentu ada alasannya. Biar lebih jelas, berikut ulasanya.
Pada dasarnya pengelompokan ini sama. Yaitu berlaku untuk semua bank umum reguler, bank umum yang menjalankan aktivitas dengan prinsip syariah, dan Kantor Cabang Bank Luar Negeri. Bedanya adalah ketentuan modal inti bank pada BUKU jumlahnya lebih rendah. Sementara untuk KBMI, OJK sebagai lembaga yang berwenang menetapkan modal inti lebih tinggi.
BUKU dulunya ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada saat itu, Bank Indonesialah yang memiliki kewenangan sebagai lembaga yang bertindak selaku regulator dalam industri keuangan. Salah satunya tentu termasuk perbankan. Tapi saat ini, regulator sektor keuangan sudah didelegasikan pada OJK. Sehingga pengelompokan KBMI yang baru ini menjadi kewenangan OJK.
BUKU merupakan pengelompokan yang dibuat sebelum masa pandemi. Sementara dengan kondisi terbaru saat ini, perlu diadakan pembaruan. Berkembangnya teknologi digital yang begitu pesat, ditambah perkembangan industri keuangan tentu menuntut OJK sebagai regulator untuk membuat kebijakan baru yang lebih kompatibel dengan situasi terkini.
Apa yang Diatur dalam BUKU dan KBMI?
Pada dasarnya dalam BUKU dan KBMI berisi peraturan mengenai kegiatan usaha perbankan secara konvensional maupun syariah. Di dalamnya melingkupi aturan tentang pendirian bank, aturan proses bisnis, jaringan kantor, layanan digital, dan pendirian bank digital. Bahkan diatur pula sampai ke cara mengakhiri usaha perbankan.
Hanya saja, di dalam KBMI isinya lebih modern untuk memenuhi tuntutan jaman dan kondisi yang dialami dunia saat ini. Perkembangan digital menuntut berbagai aktivitas keuangan digital untuk semakin aktif memperbaiki diri. Konsumen ingin dilayani dengan lebih cepat dan mudah lewat layanan digital.
Lewat KBMI, OJK juga mengatakan adanya proses yang lebih sederhana untuk perizinan mendirikan bank dan memperluas jaringan kantor. Layanan digital yang ditingkatkan sangat dibutuhkan, bahkan diprioritaskan. Ini dinilai sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing yang sehat antar bank.
Konsumen akan memilih bank dengan pelayanan yang cepat, aman, dan memadai. Sehingga tiap bank akan berusaha sebaik mungkin untuk hadir dengan pelayanan digital yang terbaik bagi konsumen. Dengan begitu, OJK mengharapkan akan terjadi perubahan yang lebih cepat dari pihak bank dan sektor perbankan pun bisa bergerak maju.
Pengelompokan Bank dalam BUKU
BUKU mengelompokkan bank berdasarkan modal inti menjadi 4 bagian yaitu:
Kelompok ini merupakan lembaga perbankan dengan modal inti yang paling rendah tepatnya kurang atau sampai dengan Rp 1 triliun. Kegiatan bank yang termasuk kategori BUKU 1 ini terbatas pada penghimpunan dana, penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, penyertaan modal sementara untuk menyelamatkan kredit, dan perdagangan valuta asing.
Ada beberapa kegiatan yang dibatasi. Misalnya sistem electronic banking yang sangat terbatas. Untuk kerja sama dan bermitra dengan pihak lain juga cukup dibatasi.
Kelompok ini adalah bank yang memiliki modal inti mulai dari Rp 1 triliun sampai Rp 5 triliun. Kegiatan yang boleh dilakukan bank di kategori ini antara lain adalah penghimpunan dan penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, bermitra dan bekerja sama dengan pihak luar, electronic banking yang lebih luas, perdagangan valuta asing, serta penyertaan modal.
Kelompok ini adalah bank dengan modal inti mulai dari Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun. Cakupan kegiatan yang boleh dilakukan adalah semua yang bisa dilakukan oleh bank di kategori BUKU 1 dan BUKU 2. Bank BUKU 3 sudah diperbolehkan memiliki kegiatan di tingkat mancanegara, tapi masih sebatas benua Asia saja.
Terakhir ada kategori BUKU 4 di mana di dalamnya termasuk bank yang modal intinya adalah Rp 30 triliun ke atas. bank yang ada di kategori ini bisa memiliki kegiatan mancanegara. Hanya saja, cakupannya tentu lebih luas jika dibandingkan dengan bank yang ada di kategori BUKU 3.
Pengelompokan Bank dalam KBMI
Sementara itu, pengelompokan bank dalam KBMI juga dilakukan berdasarkan modal inti. Hanya saja jumlah modalnya lebih besar. OJK menetapkan modal harus dipenuhi oleh pihak perbankan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2022.
Sesuai dengan Peraturan OJK 12/2021, pembagian bank dalam KBMI terbagi menjadi 4 kategori. Keempatnya adalah sebagai berikut:
Kelompok ini merupakan bank yang memiliki modal inti sampai dengan Rp 6 triliun. Namun sebenarnya menurut OJK, modal yang diwajibkan dipenuhi hingga akhir tahun depan hanya Rp 3 triliun saja. Untuk Bank Pembangunan Daerah diberi kelonggaran untuk dipenuhi hingga 2024. Sementara bank lainnya di akhir 2022.
Kelompok yang kedua ini merupakan bank yang memiliki modal inti mulai dari Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun.
Pada kelompok yang ketiga, modal inti yang harus dipenuhi oleh bank mulai dari Rp 14 triliun hingga maksimal Rp 70 triliun.
Terakhir di kategori KBMI 4 adalah berbagai bank besar yang ada di tanah air yang memiliki modal inti senilai lebih dari 70 triliun.
Terlihat bahwa beda BUKU Bank vs KBMI terletak pada kekuatan modal inti. Kini bank harus memiliki modal inti lebih banyak dengan tujuan menyesuaikan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan modal inti lebih besar, jaminan keamanan yang diterima masyarakat jadi lebih baik.
Demikianlah artikel tentang perbedaan BUKU Bank vs KBMI, semoga bermanfaat bagi Anda semua.
Baru-baru ini dunia bisnis dan perbankan dihebohkan dengan diterbitkannya Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum. Pasalnya, di peraturan tersebut ada perubahan yang cukup menggemparkan terkait dengan pengelompokan bank umum yang tak lagi didasarkan pada kegiatan usaha, tetapi pada modal inti. Apa sebenarnya esensi dan tujuan dari peraturan tersebut serta bagaimana implementasinya? Simak uraian selengkapnya berikut ini.
Setiap bisnis pastilah memiliki modal sebagai sumber daya finansial yang wajib hukumnya. Demikian pula dalam bisnis di industri perbankan. Modal inti dalam perbankan dapat dipahami sebagai modal yang disetor oleh para pemilik bank dan modal yang bersumber dari cadangan yang dibentuk serta masih ditambah dengan laba yang ditahan. Jadi, modal inti bank merupakan akumulasi dari modal disetor, cadangan yang dibentuk, dan laba ditahan.
Ditinjau dari komposisinya, komponen terbesar dari modal inti adalah modal saham yang disetor. Sementara selebihnya tergantung pada laba yang diperoleh dan kebijakan yang diambil dan disepakati dalam rapat umum pemegang saham.
Redefinisi pengelompokan bank umum
Sebagaimana diketahui bersama bahwa pengelompokan bank umum didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Penggunaan istilah BUKU dalam penggolongan bank umum ini bertujuan untuk mendorong konsolidasi, karena pengajuan kegiatan usaha sering kali dikaitkan dengan modal inti. Permasalahannya, modal inti pada bank golongan BUKU I dianggap belum cukup untuk membuat kegiatan usaha atau produk bank tertentu.
Sebelumnya skema pengelompokan bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) ditentukan sebagai berikut.
Industri perbankan yang semakin berkembang baik dari segi teknologi dan layanan, penggolongan bank tersebut dirasa tidak lagi relevan. Selain itu, sering menjadi penghambat bisnis bank bertumbuh sesuai yang diharapkan, karena terbentur aturan modal inti. Sebab itu, OJK melakukan redefinisi atau perubahan pengelompokan bank umum yang sebelumnya menggunakan istilah BUKU menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).
Adakah perbedaan mendasar atas perubahan pengelompokan bank umum tersebut? Jelas ada. Jika pada peraturan sebelumnya bank umum dikelompokkan berdasarkan kegiatan usahanya, sekarang didasarkan pada modal intinya. Pengelompokan bank umum menurut peraturan terbaru tetap digolongkan menjadi empat kategori Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI), dengan pembagian sebagai berikut.
Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu:
Ketentuan KBMI berlaku bagi bank umum berbadan hukum Indonesia, kantor cabang berkedudukan di luar negeri (KCBLN), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah, dan unit usaha syariah bank. Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.
Tujuan perubahan pengelompokan bank umum
OJK melakukan perubahan pengelompokan bank umum tentu saja memiliki tujuan tertentu. Secara umum, tujuan dari perubahan tersebut lebih mengacu pada kepentingan prudensial internal OJK. Meski terdapat perubahan pada modal inti, namun tidak ada bank yang naik atau turun kelas. Artinya, perubahan kelompok bank berdasarkan modal inti tidak berpengaruh pada ‘strata’ masing-masing bank.
Pada prinsipnya, aturan modal inti tetap Rp 3 triliun. Ketika kegiatan usaha bank mengalami kemajuan yang pesat, maka secara otomatis modal akan bertambah seiring dengan perkembangan teknologi, karena teknologi membutuhkan modal.
Bicara tentang teknologi digital, dulu bank umum yang termasuk dalam kategori BUKU I dibatasi dalam membuat produk yang berkaitan dengan digital. Harapannya, bank terkait bersedia untuk menambah modal inti sehingga mengalami kenaikan BUKU. Sayangnya, harapan tersebut tidak terealisasi karena tak lagi relevan dengan kondisi dan perubahan zaman. Oleh sebab itu, OJK mengambil langkah mengubah kelompok bank umum berdasarkan modal inti. Perubahan ini dinilai merupakan langkah tepat, karena tidak lagi mengaitkan dengan kegiatan usaha jaringan bisnis bank, sehingga modal inti antara bank yang satu dengan bank yang lain tidak terlalu jauh.
Selain untuk kepentingan prudensial internal OJK, perubahan pengelompokan bank umum juga bertujuan untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan yang efektif dan pengawasan yang efisien. Penetapan nilai modal inti pada masing-masing kategori atau kelompok telah melalui kajian akademis dan menyesuaikan dengan praktik perbankan di negara lain.
Implementasi peraturan perubahan kelompok bank umum
Dalam implementasi peraturan perubahan kelompok bank umum, OJK tidak menuntut bank segera menyesuaikan modal intinya sesuai dengan KBMI. Hal ini dimaksudkan agar OJK dapat menentukan kelompok bank secara tepat. Ke depannya, OJK akan mengawasi kelompok bank berdasarkan modal inti masing-masing bank di setiap kelas.
OJK mengevaluasi peraturan sebelumnya saat bank dikelompokkan berdasarkan kegiatan usaha, di mana konsolidasi bank tidak terealisasi meski aturan tersebut telah diimplementasikan bertahun-tahun, bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda adanya perubahan yang signifikan. Dalam implementasinya justru timbul masalah ketika terjadi perubahan peta bisnis bank yang menuju ke arah digitalisasi.
Syarat pengembangan atau ekspansi kegiatan usaha yang didasarkan modal inti sering kali menjadi kendala bank untuk maju dan berkembang. Tidak sedikit bank yang memiliki manajemen risiko bagus tetapi sulit bertumbuh karena terbentur aturan permodalan. Hal ini mengakibatkan bank-bank kecil mengalami stagnasi, karena tujuannya untuk bisa menjadi bank besar terhambat aturan modal.
Dengan mempertimbangkan kendala dan permasalahan yang timbul pada implementasi peraturan sebelumnya, OJK mencabut kelompok bank BUKU dan mengubahnya menjadi KBMI. Harapannya, bank-bank yang memiliki manajemen risiko bagus menurut regulator, bisa mengajukan perizinan baru untuk penambahan produk atau layanan.
Demikianlah artikel tentang Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI), semoga bermanfaat bagi Anda semua.
Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memantau pergerakan suku bunga simpanan perbankan di Tanah Air, baik yang berdenominasi rupiah maupun valas.
Berdasarkan kelompoknya, kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 1 cenderung lebih tinggi dalam menawarkan suku bunga special (special rate).
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan tren special rate biasanya ada yang berada di atas Tingkat Bunga Penjaminan (TBP). Namun, saat ini masih belum pada ranah yang mengkhawatirkan.
“Yang kami lihat adalah bank-bank buku 1 dan buku 2 itu cenderung lebih tinggi dibanding tingkat bunga rate yang lain ya,” ujar Purbaya dalam Konferensi Pers, Selasa 30 Januari 2024.
Purbaya menjelaskan, bank-bank KBMI 1 memang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan KBMI 2 dan KBMI 3. Sedangkan, KBMI 4 masih cukup rendah di bawah TBP, yakni 2,78 persen.
“Artinya mereka (Bank KBMI 4) cukup banyak duitnya,” ujar Purbaya.
Adapun, berdasarkan data pergerakan suku bunga terkini tercatat suku bunga pasar simpanan rupiah naik 21 basis poin (bps) ke level 3,5 persen, dibandingkan periode penetapan TBP September 2023 lalu.
“Kondisi likuditas yang masih longgar dan perkembangan ekpansi kredit mempengaruhi keniakan suku bunga simpanan menjadi lebih gradual,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Seperti kita ketahui, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Namun seiring berkembangnya teknologi, layanan perbankan kini semakin beragam. Tidak hanya sekadar melakukan transaksi seperti transfer dan tarik tunai, kini kamu bisa membeli pulsa hingga kuota murah melalui ATM ataupun secara online.
Tahukah kamu bahwa bank-bank yang kita kenal selama ini ternyata dikelompokkan menurut tingkatannya? Ada bank skala kecil dan ada bank skala besar. Pengelompokan jenis bank ini diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Sistem pengelompokan ini dibuat guna meningkatkan daya saing di dalam dunia perbankan agar setiap perusahaan mampu berkembang dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Aturan tersebut kemudian diperbarui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan keluarnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.
Kemudian mengacu pada POJK Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, diatur pula mengenai peningkatan secara bertahap permodalan bank umum, termasuk bank berbadan hukum Indonesia (BHI), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan kantor cabang luar negri, yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA (Capital Equivalency Maintained Assets) minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.
Sebelum adanya pengelompokan bank berdasarkan modal inti (KBMI), pengelompokan bank sebelumnya didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Ketentuan mengenai BUKU dapat ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012. Di dalam PBI tersebut tercantum 4 kategori BUKU mulai dari BUKU 1 hingga BUKU 4.
BUKU 1 merupakan kategori terendah, sedangkan BUKU 4 termasuk kategori tertinggi dibanding BUKU lainnya. Agar kamu dapat lebih memahami perbandingan modal inti setiap kategori, berikut rinciannya:
BUKU 1: Modal inti sampai dengan 1 triliun rupiah.
BUKU 2: Modal inti lebih dari 1 triliun rupiah hingga 5 triliun rupiah.
BUKU 3: Modal inti lebih dari 5 triliun rupiah hingga 30 triliun rupiah.
BUKU 4: Modal inti lebih dari 30 triliun rupiah.
Karena adanya perbedaan dalam kepemilikan modal inti, maka tiap-tiap kategori memiliki kelengkapan layanan dan cakupan wilayah yang berbeda-beda. Untuk bank yang masuk ke dalam kategori BUKU 1 dan 2, wilayah kerjanya hanya mencakup wilayah nasional saja. Sementara kategori BUKU 3 dan 4 memiliki fasilitas layanan yang lebih lengkap dan bisa melayani urusan perbankan hingga ke luar negeri.
Dengan adanya pengelompokan ini, bank umum senantiasa terpacu untuk meningkatkan modal intinya sehingga level kategorinya juga bisa meningkat. Peningkatan kategori ini ini tentu saja akan berpengaruh terhadap cakupan kegiatan usaha yang lebih luas. Pada gilirannya, potensi pendapatan yang bisa diperoleh bank akan lebih besar.
Sejak tahun 2021, OJK tidak lagi mengklasifikasikan bank-bank umum di Indonesia berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1, 2, 3, dan 4. OJK kini menggunakan klasifikasi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).
Dalam aturan terbarunya, OJK menaikkan modal minimal bank di tiap kategorinya. Mengapa penentuan modal inti begitu penting? Karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan tingkat keamanan serta kekuatan suatu bank dalam menghadapi risiko operasionalnya. Artinya, bank dengan modal inti yang tinggi memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam mengelola dana nasabahnya. Begitupun sebaliknya.
Berdasarkan modal intinya, bank dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu KBMI 1, 2, 3, dan 4.
KBMI 1: Modal inti sampai dengan 6 triliun rupiah.
KBMI 2: Modal inti lebih dari 6 triliun rupiah hingga 14 triliun rupiah.
KBMI 3: Modal inti lebih dari 14 triliun rupiah hingga 70 triliun rupiah.
KBMI 4: Modal inti lebih dari 70 triliun rupiah.
Pengelompokan ini berlaku untuk bank berbadan hukum Indonesia, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, unit usaha syariah bank, dan kantor cabang bank luar negeri (KCBLN). Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.
Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Perubahan sistem dari BUKU menjadi KBMI sempat membuat 5 bank “turun kasta”. Kelima bank tersebut adalah Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, PaninBank, Bank Permata, dan Bank OCBC NISP. Kelima bank tersebut kini digolongkan menjadi KBMI 3.
Setelah aturan ini dibuat, ke depannya tidak akan ada lagi bank umum yang memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun. Pada tahun 2021 modal inti bank umum yaitu sebesar Rp2 triliun, dan Rp3 triliun di tahun 2022. Oleh karena itu, untuk bisa memenuhi persyaratan terkait modal inti, banyak bank kecil yang melakukan right issue atau penambahan modal dari investornya.
Apabila bank tidak mampu memenuhi modal inti minimum sampai batas yang dimaksud, bank-bank tersebut harus “terdegradasi” dan berubah status dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun untuk bisa bertahan, opsi untuk menggabungkan bank atau merger juga dapat dilakukan.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank di jajaran KBMI II, atau bank yang masuk kelompok modal inti lebih dari Rp 6 triliun sampai Rp 14 triliun menunjukkan optimismenya dapat mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah ditetapkan di awal.
PT BPD Jawa Barat Banten Tbk (Bank BJB) misalnya, optimisme bank ini tidak berubah untuk mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 di kisaran 9%-11%.
"Untuk target bisnis sesuai rencana bisnis masih on track, kami melihat bisnis terus bertumbuh, termasuk di kuartal terakhir tahun ini, sesuai guidance kami 9%-11% YoY," kata Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB kepada Kontan belum lama ini.
Optimisme tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan Bank BJB per Agustus 2023, dimana penyaluran kredit tercatat sudah mencapai Rp 114,94 triliun, atau tumbuh 10,6% YoY dari Rp 103,90 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bunga Deposito Siap Menyusul?
Yuddy menyebut melihat perkembangan dan potensi pertumbuhan kredit yang ada tersebut pihaknya memproyeksikan target dapat dapat tercapai hingga akhir tahun.
Adapun secara absolut nominal, Yuddy menyebut segmen konsumer dan korporasi menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan kredit Bank BJB. Meski begitu dirinya mengatakan kredit segmen korporasi pertumbuhannya tidak seoptimis proyeksi mereka di awal tahun.
"Ini karena berbagai kondisi makro juga memperhatikan kondisi kas yang masih cukup besar dimiliki oleh korporasi untuk mendukung aktivitas operasional dan modal kerjanya, juga suku bunga yang masih tinggi saat ini," kata Yuddy.
Di sisi lain, Yuddy melihat kredit segmen KPR masih memiliki permintaannya cukup tinggi, terutama untuk kredit rumah subsidi.
Lebih lanjut, Yuddy bilang segmen konsumer dan ritel juga pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal pertama 2023, sehingga ke depan akan mampu membantu dalam pencapaian target pertumbuhan kredit di akhir tahun 2023.
Senada, PT Bank KB Bukopin Tbk juga optimis untuk mencapai pertumbuhan positif dalam penyaluran kredit hingga akhir tahun 2023. Wakil Direktur Utama Bank KB Bukopin Robby Mondong mengatakan pihaknya terus mengupayakan ekspansi penyaluran kredit sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja bisnis bank.
"Kami melihat potensi yang besar dalam segmen wholesale (korporasi) sehingga saat ini, segmen ini menjadi fokus kami sambil tetap mendukung pertumbuhan segmen small medium enterprise (SME) dan ritel," kata Robby kepada Kontan, Senin (23/10).
Robby menyebut dengan strategi tersebut, pihaknya percaya bahwa target pertumbuhan kredit sekitar 5%-6% YoY dapat tercapai hingga akhir tahun, dan akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Bank KB Bukopin yang berkelanjutan di masa mendatang.
Baca Juga: BI Perpanjang Insentif DP 0% Untuk KPR, Begini Respons Perbankan
Meski tidak menyebut rincian berapa besar kredit yang sudah disalurkan hingga Agustus/September, namun Robby bilang capaian perseroan hingga saat ini menunjukkan perkembangan positif.
"Pada semester pertama tahun 2023, kami mencatat pertumbuhan kredit baru yang signifikan, meningkat hingga 40% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya," katanya.
Segmen korporasi atau wholesale banking menjadi salah satu penopang pertumbuhan kredit yang signifikan di Bank KB Bukopin hingga saat ini.
Adapun strategi Bank KB Bukopin untuk mencapai target pertumbuhan kredit sesuai RBB, yakni dengan berfokus pada segmen korporasi atau wholesale terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh cross-selling dengan penyaluran kredit pada segmen SME dan ritel.
Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Tendi Mahadi
ILUSTRASI. OJK memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk kelompok bank dengan modal inti kurang dari Rp 6 triliun. KONTAN/Cheppy A. Muchlis
Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski secara industri likuiditas perbankan cukup memadai, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk Bank Umum Konvensional (BUK) KBMI 1 (kelompok bank dengan modal inti kurang dari Rp 6 triliun) tertentu.
"OJK meminta Bank pada kategori tersebut untuk melakukan pemantauan, pemenuhan rasio minimal dan penyampaian laporan terkait rasio likuiditas," ujar ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara secara virtual pada Senin (27/2).
Ia menyatakan kelompok bank KBMI 1 alias bermodal inti kurang dari Rp 6 triliun ini dapat diperbandingkan dan mengacu pada standar internasional. Standar tersebut berupa Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang berlaku untuk posisi data Maret 2023 melalui sistem pelaporan OJK.
Baca Juga: Pasca Merger, Aset Bank MNC (BABP) dan Nobu Bank (NOBU) Bisa Lebih dari Rp 37,98 T
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan likuiditas perbankan masih di atas treshold dan terjaga. Rasio likuiditas memadai, ditunjukkan dari Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) di level 112,64% pada Januari 2023 sedangkan Desember 2022 di level 137,67%.
Sedangkan Alat Likuid terhadap DPK di level 29,20% di Januari 2023 sedangkan Desember 2022 pada 31,20%.
"Selama masih jauh di atas ambang batas masing-masing sebesar 50% dan 10%," tambahnya.
Ia menyatakan kredit perbankan tumbuh 10,53% secara tahunan menjadi Rp 6.311 triliun per Januari 2023. Utamanya ditopang oleh kredit investasi dan modal kerja yang masing-masing tumbuh 12,61% dan 10,3% secara tahunan.
"Secara bulanan, nominal kredit perbankan pada Januari 2023 turun 1,7% atau Rp 112,68 triliun yang merupakan siklus tahunan di awal tahun,” ujarnya.
Baca Juga: OJK: Kredit Perbankan Tumbuh 10,53% Menjadi Rp 6.311 Triliun Pada Januari 2023
Semetara itu, dana pihak ketiga (DPK) perbankan mengalami pertumbuhan 8,03% secara tahunan menjadi Rp 7.954 triliun di Januari 2023. Giro menjadi penopang pertumbuhan DPK.
"Secara bulanan, DPK perbankan pada Januari turun 2,45% atau turun Rp 199,77 triliun," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Maizal Walfajri Editor: Herlina Kartika Dewi